Kabupaten Bekasi, Nusantara Siber News – Oprit jembatan, yaitu landasan yang menghubungkan permukaan jalan dengan struktur utama jembatan, menjadi salah satu elemen vital dalam memastikan kelancaran dan keamanan kendaraan yang melintas. Namun, oprit jembatan penghubung antara Desa Pantai Bakti dan Pantai Mekar di Kecamatan Muaragembong dinilai sangat tidak aman bagi para pengguna jalan.
Pekerjaan oprit yang seharusnya dibuat lurus untuk menghindari risiko kecelakaan justru dirancang dengan tikungan tajam. Hal ini membuat pengendara merasa tidak nyaman dan rawan terhadap kecelakaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Dinas Perumahan Rakyat, Pemukiman, dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Bekasi masih dalam proses pembebasan lahan untuk memastikan akses jalan menuju jembatan dapat dibuat lurus. Namun, Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Bina Konstruksi (SDABMBK) memutuskan melanjutkan pembangunan tanpa menunggu proses pembebasan lahan selesai.
Proyek strategis daerah ini, dengan panjang 148 meter dan anggaran sebesar Rp120 miliar, dikritik karena kurangnya koordinasi antar-dinas yang berdampak pada hasil pekerjaan yang tidak maksimal.
LSM Kompi Soroti Desain Oprit Jembatan
Ketua Umum LSM Kompi, Ergat Bustomy, mengungkapkan bahwa desain oprit jembatan tersebut sangat tidak wajar. “Oprit yang dibuat berbelok tajam sangat membahayakan pengendara. Seharusnya pembangunan ini mempermudah pengguna jalan, bukan malah menyulitkan mereka,” tegasnya.
Ergat juga menilai SDABMBK melakukan kesalahan fatal dengan memulai pembangunan sebelum pembebasan lahan selesai. “Kenapa pembangunan harus terburu-buru? Jika nanti lahan sudah dibebaskan, apakah oprit akan diperbaiki? Jika iya, berarti akan ada anggaran tambahan yang mengarah pada pemborosan,” tambahnya.
Desain yang Tidak Memadai dan Risiko Konstruksi Gagal
Ergat menyoroti bahwa desain oprit saat ini tidak memenuhi fungsi utamanya, yaitu menyediakan transisi yang aman dan efisien bagi kendaraan. Oprit yang tidak lurus berpotensi menyebabkan penumpukan kendaraan di atas jembatan, yang dapat berujung pada keretakan struktur jembatan.
“Kami mempertanyakan keputusan ini. Jika pembangunan dilakukan secara tergesa-gesa, hasilnya pasti tidak optimal. Ini terlihat jelas dari kondisi oprit yang tidak memberikan keamanan atau kenyamanan bagi pengendara,” ujarnya.
Bandingkan dengan Jembatan Cipamingkis
Menurut Ergat, estetika dan keamanan jembatan juga menjadi indikator penting dalam keberhasilan proyek infrastruktur. Ia membandingkan jembatan ini dengan Jembatan Cipamingkis, yang dibangun dengan perencanaan matang dan desain oprit yang tepat.
“Jembatan Cipamingkis menjadi contoh bagaimana infrastruktur dirancang dengan baik sehingga kendaraan dapat melintas dengan aman dan lancar. Sebaliknya, Jembatan Pantai Bakti dan Pantai Mekar terlihat kurang estetis dan justru membahayakan. Apalagi jembatan ini menjadi akses utama menuju destinasi wisata Muara Bungin,” tutupnya.
Dengan kondisi saat ini, pembangunan jembatan penghubung Desa Pantai Bakti dan Pantai Mekar dinilai tidak sesuai harapan. Jika tidak segera diperbaiki, proyek ini berpotensi dianggap sebagai kegagalan konstruksi. (Red)