Eksekusi Terpidana Kasus Korupsi Mantan DLH Kabupaten Bekasi

Kabupaten Bekasi || Nusantara Siber News – Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi mengeksekusi terpidana kasus korupsi pengadaan alat berat tahun anggaran 2019, Dody Agus Suprianto, Kamis (20/7) kemarin. Mantan pejabat di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi ini langsung dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Bekasi.

Eksekusi ini dilakukan berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 1212K/Pid.Sus/2023 tanggal 17 Mei 2023. Dalam putusan itu dinyatakan bahwa Dody tidak terbukti bersalah dakwaan primair. Namun, Dody dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana didakwakan dalam dakwaan subsidair.

Dalam putusan Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman kepada terdakwa pidana penjara selama empat tahun dan denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.

“Berdasarkan putusan tersebut, jaksa eksekutor kemudian melakukan pelaksanaan putusan pengadilan atau eksekusi yang telah memiliki kekuatan hukum tetap terhadap terdakwa DAS,” kata Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Kabupaten Bekasi, Barkah Dwi Harmoko di Cikarang.

Eksekusi terhadap Dody dilakukan setelah yang bersangkutan mendatangi Kantor Kejari Kabupaten Bekasi dengan didampingi penasehat hukumnya. “Kedatangannya untuk melaksanakan proses eksekusi. Selanjutnya yang bersangkutan akan menjalani masa hukuman di Lapas kelas II A Bekasi di Cipayung,” ucap dia.

Seperti diketahui, Dody merupakan terdakwa dalam perkara tindak pidana korupsi pada pengadaan alat berat grader (buldozer) pada Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi tahun anggaran 2019. Pengadaan itu dimaksudnya untuk membantu pengelolaan sampah di TPA Burangkeng.

Namun, dalam perencanaannya, kejaksaan menemukan adanya dugaan mark up. Harga pembelian dinilai terlalu mahal sehingga merugikan negara Terdapat tiga unit bulldozer yang dibeli dengan harga satuan Rp 2,8 miliar atau total pembiayaan seluruhnya mencapai Rp 8,4 miliar. Namun, setelah dilakukan pemeriksaan, terdapat kerugian negara hingga Rp 1,4 miliar. Para pelaku pun dijerat pasal 2 dan 3 Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Penyidikan kasus ini dilakukan sejak 2021 hingga naik ke persidangan. Pada tingkat pertama, hakim memutus bebas Dody. Kemudian pihak Kejari Kabupaten Bekasi mengajukan kasasi hingga akhirnya MA memutuskan Dody bersalah atas kasus tersebut.

Selain Dody, MA pun memutuskan pihak penyedia, Soni Petrus bersalah. Pada petika putusan MA nomor 1214K/Pid.Sus/2023 tanggal 17 Mei 2023, Soni terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama, sebagaimana didakwakan dalam dakwaan primair.

MA menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan penjara selama empat tahun dan pidana denda sebesar Rp 200 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan. Selain itu Soni pun dijatuhi pidana tambahan yakni membayar uang pengganti sebesar Rp 900 juta.

Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang untuk melunasi pembayaran uang pengganti tersebut. Dan, apabila terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk melunasi uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Saat ini, pihak kejaksaan masih melakukan upaya pelaksanaan putusan pengadilan terhadap Soni. (*/Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *